Rabu, 16 Maret 2011

Starving and Satiation

Linkin Park - What I've Done

I love their video clips!
Have we think about people in Ethiopia while we eat our snacks greedy?
Maybe, the snack - which the prize isn't appropriate with the nutrient - is a small thing for us. We eat that easy without thinking our family in some place in this world is starving.
I just can share my opinion about world today.
Eat is easy
Starving is easy too
I don't know how to help them.
The smallest thing that I can do is give some money for they of those who hungry.
But it wasn't enough.

I hope I can make a movement in my life...
talk less do more

Tsunami, Earthquake, and Us

One of the greatest earthquake I ever know is Japan earthquake.
And one of the greatest disaster I ever know is Tsunami.
But some of us can't get the point of those disaster.
We saw thousand people crying.
But we still make a lot of jokes from that tsunami!
The most little thing that we can do is pray for japan !
Don't make any jokes from their sadness...

Kamis, 10 Maret 2011

Kecocokan Elemen Sulappa' Appa'

Tiap elemen memiliki kecocokan dengan elemen lainnya, sehingga hal ini digunakan dalam pernikahan untuk mengetahui apakah kedua mempelai nantinya akan cocok atau tidak. Berikut daftarnya:

1. TANAH
Cocok: TANAH, AIR, dan API
Tidak Sesuai dengan ANGIN.
Elemen air adalah yang paling sesuai dengan elemen tanah ini, hal ini dikarenakan air adalah elemen yang mampu menyuburkan tanah sehingga keduanya saling menguntungkan.

2. AIR
Cocok: TANAH, AIR, ANGIN
Tidak sesuai dengan API.
Elemen air sangat sesuai dengan tanah (menyuburkan), sesama elemen air, dan angin. Jika bersama dengan elemen air, maka keduanya akan saling mengaliri dan searah. Jika bersama dengan elemen angin maka keduanya akan menghasilkan embun yang menyejukkan. Namun air ini tidak akan sesuai dengan api, karena air akan memadamkan api tersebut.

3. API
Cocok: TANAH, API, ANGIN
Tidak sesuai dengan AIR
Elemen api ini sangat sesuai dengan elemen angin. Hal ini dikarenakan elemen angin akan memberi kekuatan bagi api untuk tetap menyala. Namun sebuah catatan bahwa elemen api juga sesuai dengan sesama elemen api tapi sangat berisiko. Mengapa? Karena sesama api akan saling menguatkan, tapi merusak sekitarnya.

4. ANGIN
Cocok: AIR dan API
Tidak sesuai dengan TANAH, dan ANGIN
Catatan yang penting untuk elemen angin adalah jangan bersama elemen angin lainnya. Hal ini hanya akan menyebabkan elemen tersebut silariang atau berhembus tanpa arah sehingga mengakibatkan hubungan keduanya mudah terpisah







n.b.
Tulisan ini hanyalah dokumentasi khazanah budaya Indonesia, bukan hal yang wajib untuk dipercaya.
Semoga kita mampu mencerna informasi sebelum mengamalkannya.

Cloud, Close to My Eyes


This is my favorite picture! Cloud, close to my eyes.

Location: Tondong Tallasa, Pangkep regency, South Sulawesi, Indonesia.
Time: February 18, 2011
Camera: Nokia N70 (hehehe, amateur!)
F-stop: f/3.2
Exposure time: 1/200 sec.
Focal length: 4 mm
ISO speed: ISO-64

Selasa, 08 Maret 2011

Essay Peterpan (pengantar pendidikan)

Dewasa ini, kita selalu mendengar pendidikan menjadi perbincangan hangat yang tak pernah hentinya dibahas. Mereka yang membahasnya pun beragam, mulai dari para pejabat tinggi negara, guru-guru dan staf pengajar, mahasiswa dalam aksinya, hingga daeng tukang becak pun membicarakannya. Cara mereka mengkritisi pendidikan pun melalui banyak perspektif, pejabat koalisi misalnya, mereka menganggap bahwa pendidikan yang merupakan kewajiban telah didapatkan dan tinggal sedikit dipoles. Tapi berbeda dengan pejabat koalisi, para pejabat oposisi justru menganggap bahwa pendidikan yang bersifat obligat justru sulit ditemukan di negara ini. Bahkan daeng tukang becak pun tidak mau ketinggalan, mereka membicarakan pendidikan dalam bahasa mereka, di pangkalan mereka, bermodal pengetahuan yang mereka punya, sehingga pembahasan mereka mengenai pendidikan tak jauh seperti pembahasan para kritikus dan politikus yang pernah mengejar ilmu hingga luar negeri. Begitu hebatnya ruang lingkup pendidikan hingga tidak ada batasan dalam pembahasannya.
Pendidikan atau yang biasa oleh anak International Class Program sebut sebagai education merupakan bahasan dengan ruang lingkup yang besar. Mahasiswa UNM, Unhas, UIN, Unismuh, UIT, dan semua mahasiswa yang pernah melakukan aksi di jalanan sudah terlalu sering menyebut-nyebut pendidikan di mulutnya. Education for all yang selalu dijanjikan pemerintah menjadi boomerang bagi mereka. Education for all yang seharusnya dirasakan oleh seluruh warga Indonesia justru menjadi benda yang mahal di negeri ini. Sebuah perspektif oposisi atau perspektif mahasiswa aksi selalu menganggap bahwa pendidikan di negeri ini adalah pendidikan komersil yang mahalnya bukan main. Mulai dari BP3 tempo dulu, hingga SPP zaman ini selalu menjadi bahan aksi mahasiswa. Namun apakah ruang lingkup pendidikan yang sebegitu besarnya hanya diparameteri oleh sebuah harga? Pemikiran yang cukup dangkal ketika pejabat, mahasiswa, dan para staf pengajar menilai sebuah pendidikan dalam suatu harga. Atau peribahasa “tuntutlah ilmu hingga ke negeri Cina” sudah tidak berlaku lagi?
Anak yang merupakan tunas kehidupan negeri ini adalah satu dari sekian banyak yang harus dijamah oleh pendidikan, mulai dari yang formal hingga non-formal. Kemampuan tiap anak pun berbeda seperti biodiversity dalam pembahasan biologi. Namun korelasi antara pendidikan dan kemampuan tiap anak justru tidak kelihatan. Sebuah kewajiban pendidikan yang memanusiakan manusia semakin menjadi fatamorgana dalam konkritnya kehidupan. Anak yang haus akan ilmu yang seharusnya dididik hingga memperoleh pendidikan justru kehilangan arah. Anak yang tadinya haus ilmu menjadi anak yang alergi dan phobia terhadap ilmu. Entah siapa yang harus bertanggung jawab atas semua peliknya permasalahan ini.
Kemampuan tiap anak yang seharusnya dikembangkan justru tertidur dan tersalurkan dalam bentuk yang salah. Mungkin sudah menjadi makan siang kita, berita mengenai anak SMU yang melakukan praktikum reproduksi sebelum nikah. Atau para Chris John masa depan yang justru berantem karena soal sepele. Di sinilah seyogyanya pendidikan dipergunakan. Pendidikan adalah alat yang tidak hanya mengajarkan 1+1 kepada anak, namun juga merupakan alat pengembang kemampuan anak. Betapa sia-sianya ketika bakat alami anak justru menjadi senjata bunuh diri yang merusak diri dan bangsanya. Pendidikan bukanlah seperti lilin yang menghabisi dirinya karena cahayanya, namun seperti matahari yang tidak pernah padam demi bumi ini. Ketika anak memiliki kemampuan, maka pendidikanlah pengembangnya. Dengan berbagai cara dan formalitas, sebagai contoh mengenai anak SMU tadi. Mereka tahu melakukan kopulasi namun tidak mengerti ketika dijelaskan oleh gurunya. Bisa jadi karena cara penyampaian yang salah, atau memang ada hal yang kurang dari sistem pendidikan.
Kepribadian anak pun merupakan suatu hal yang memerlukan pendidikan. Contoh yang benar-benar nyata adalah para pejabat yang sekolahnya hingga ke luar negeri namun kepribadiannya hanya menjadi tikus dengan setelan jas di atas kursi empuk. Mereka hanya berguru namun tidak dididik menjadi pribadi yang mapan. Mereka hanya menilai ilmu sebagai sebuah rumus ϑe^(-iωt)°δ∑_μ^ρ▒τ tanpa adanya pelajaran kepribadian. Betapa hancurnya kepribadian di Indonesia hingga para pejabatnya harus ke Yunani untuk belajar kepribadian.
Pendidikan pun menjadi bahan yang mahal ketika kita membicarakannya dalam perspektif di atas. Ketika para anak yang memiliki kemampuan namun disiakan. Ketika para anak memiliki kepribadian yang tidak bisa diubah. Pendidikan adalah senjata pertama dan senjata pamungkas. Mengapa? Karena pendidikan adalah kumpulan berbagai ilmu pengetahuan, science, pseudo-science, agama, budaya, estetika, etika, hukum, dan kekuatan yang mampu mengubah sebuah batu keras hanya dengan tetesan-tetesan kecilnya. Pendidikan adalah suatu keharusan bagi anak untuk mengembangkan apa yang mereka miliki. Kemampuan dan kepribadian juga memiliki obligasi pendidikan untuk dikembangkan. Tanpanya, kemampuan dan kepribadian anak akan menjadi sesuatu yang tidak pantas, entah spontan saat itu atau kelak muncul di kemudian hari.

Aku Bukan Fiksi

Di depan sebuah pintu aku terdiam. Aku seakan tidak punya tenaga untuk membuka pintu kamarku sendiri. Akhirnya aku hanya bisa bersandar di daun pintu kamarku. Aku kemudian mencoba mengingat kembali siapa diriku sebenarnya.
Aku adalah seorang mahasiswa yang telah melalui hampir semua jalan dalam kehidupan. Aku seorang aktivis kampus, kutu buku, seorang senior yang tidak beda dengan senior lainnya. Aku mengerti akan keadaan si kutu buku yang terus tertekan dengan semua tugas-tugas perkuliahan. Aku mengerti dengan keadaan si pujangga cinta yang terus mengarungi kisah percintaannya selama kuliah. Aku aktif dalam acara tawuran yang seakan menjadi rutinitas di kampusku. Aku mengerti dengan sang penegak hak mahasiswa yang terus berteriak tak kenal lelah demi turunnya biaya perkuliahan. Bahkan aku mengerti keadaan para mahasiswa yang merelakan kehormatannya demi mereka yang tak ingin ditinggalkan oleh yang mereka sayang.
Sedikit bercerita, aku adalah seorang mahasiswa yang benar-benar senior. Usiaku sekitar 24 tahun, tidak terlalu mengherankan untuk mahasiswa yang telah menjalani studi sekitar tiga belas semester. Akhir-akhir ini terasa mencekam, kredit-kredit masih banyak yang menunggu. Entah siapa yang salah, yang pasti bukan karena aku yang bodoh.
Selama di SMA, aku adalah the big ten dari sekolah non-unggulan. Aku cukup bangga dengan hal tersebut. Bahkan saat SD hingga SMP aku terus menjadi tiga besar di sekolahku. Salah satu yang menjadi kebanggaanku adalah keaktifanku dalam lomba-lomba selama sekolah. Akulah yang paling aktif selama proses belajar-mengajar. Namun sebuah ironi di dunia pendidikan, aku meraih juara yang lebih banyak ketika SMP saat peringkatku justru menurun. Aku menjadi juara pada lomba-lomba selama SMP. Dan yang termasuk hebat adalah saat UAN, aku lulus dengan peringkat terbaik di sekolahku.
Aku terus mencoba menggali masa laluku. Kubaringkan tubuhku yang lelah dikamarku. Sebuah kamar yang kujadikan pelindung hujan dan panas selama kuliah. Sambil tertawa kecil, aku berpikir betapa hebatnya prestasiku selama SD dan SMP.
Kehidupanku berubah saat memasuki SMA, aku mulai benar-benar merasakan ironi. Aku lolos dalam olimpiade sains biologi hingga tingkat provinsi dengan poin yang menjanjikan. Itu adalah prestasi tertinggi yang pernah kuraih. Aku juga telah mencapai tiga besar lomba pidato bahasa inggris tingkat provinsi dan lomba debat tingkat provinsi. Namun kenyataannya, keberhasilan prestisius itu tidak berguna bagi nilai-nilai mata pelajaran di sekolahku. Aku akhirnya hanya bermain dalam sepuluh besar selama SMA.
Aku terus aktif dalam kegiatan OSIS selama SMA. Tidak ada satu pun rapat dan sidang yang kulewatkan. Padahal posisiku hanyalah anggota seksi, tapi aku merasa bertanggung jawab untuk terus aktif dalam organisasiku. Di sinilah aku bertemu dengan pacar pertamaku yang tidak bisa kupertahankan.
Aku tertidur dalam lamunanku. Namun setelah dua jam dalam pulau mimpi, aku terbangun oleh alarm handphone yang terus berbunyi seakan ingin mengingatkan aku tentang kuliah sore ini. Kuliah yang berat karena diadakan pada jam tidur siangku. Tapi aku harus tetap mengendarai motorku ke kampus walaupun dalam keadaan malas. Di jalan, handphone dalam kemejaku berbunyi, sepertinya sebuah pesan singkat. Aku kemudian membaca sms yang ternyata dari pacarku sambil mengendarai motor. Katanya ada yang penting yang ingin dia katakan. Aku kemudian menancap gas motorku demi gadis yang telah berpacaran denganku sejak awal kuliah itu.
Aku tiba di kampus yang mulai sepi. Dalam kelas hanya ada pacarku dan sebagian temanku yang kutu buku. Kami mulai pembicaraan kami dengan sedikit berbisik, itu yang diminta pacarku. Dia mengatakan bahwa dia sudah telat menstruasi selama tiga bulan. Dunia seakan runtuh, aku terus memintanya untuk tidak bercanda mengenai hal yang seperti itu. Kemudian dia menunjukkan tes kehamilan dengan dua garis merah kepadaku. Sepertinya aku melakukan fertilisasi saat making love dengan pacarku. Kulalui kuliah sore ini dengan perasaan yang aneh. Padahal kami melakukan ML karena rasa sayang kami. Dia memberi segalanya agar aku tidak meninggalkannya. Tapi kenapa sepertinya ada hal yang menakutkan di hadapanku saat ini.
Aku pulang dengan segera saat mata kuliah membosankan itu selesai. Tidak seperti hari-hari lainnya, kali ini aku tidak pulang dengan pacarku. Aku butuh udara yang lebih banyak, dadaku sepertinya sesak dengan kejadian sebelum mata kuliah tadi. Aku melaju kencang entah ke mana, hatiku hanya ingin pergi jauh dari masalah baru ini. Tiba-tiba motorku menabrak mobil yang berlawanan arah. Semuanya pun mulai gelap.
Aku terbangun di rumah sakit. Di sampingku kananku ada pacarku, dan teman dekatku yang selalu menemaniku memukuli orang lain. Mereka adalah batu karang yang pemberani, seorang ksatria yang tidak takut apapun. Sejenak aku sadar bahwa di samping kiriku ada teman-temanku para aktivis kampus yang selalu menemaniku berteriak kepada birokrasi akan semua kebijakan mereka. Dan ada beberapa kutu buku yang biasa menemaniku belajar. Semuanya datang menjengukku.
Aku teringat kembali akan kebengisanku sebagai senior yang memukuli dan menindas juniorku serta orang-orang yang tidak kusukai. Aku dengan mudahnya memainkan peran sebagai puncak piramida kesenioritasan. Aku juga ingat saat kami membakar gedung kampus sebagai wujud protes kami terhadap birokrasi. Aku dengan bangganya mengatasnamakan penolakan terhadap penindasan terhadap tingkah kami yang menindas infrastruktur kampus. Aku bahkan berani menungkapkan rasa sayangku lewat nafsu. Aku yang seharusnya telah lulus sebagai wisudawan terbaik justru jatuh dalam lingkaran setan yang kubuat sendiri.
Aku berpikir seandainya semua bisa terulang. Seandainya aku tidak bertingkah sebagai senior yang gila hormat, mungkin saja sekarang aku telah mendapatkan pekerjaan yang membanggakan. Aku berpikir seandainya saja aku lebih menghormati pemimpin, mungkin saja sekarang aku telah menjadi salah seorang wisudawan terbaik di universitasku. Dan andai saja aku tidak lancang mengatasnamakan cinta untuk melampiaskan nafsuku, mungkin saja orang yang kusayangi tidak akan menangisi semuanya.
Penyesalan selalu datang belakangan. Banyak teman-teman kita yang merasakan hal yang lebih buruk lagi. Mereka terjerumus dalam gaya hidup kampus yang salah. Mereka bahkan menjadi pengedar, pembunuh, dan sebagainya. Aku yang kuceritakan mungkin saja bukan fiksi. Aku bahkan sudah banyak dalam kehidupan dan semoga tidak menjadi diri kita.

Cinta dan Waktu

Pada suatu ketika, terdapat sebuah pulau dimana tinggal di dalammnya semua perasaan: Kebahagiaan, Kesedihan, Pengetahuan, dan yang lainnya, termasuk Cinta. Pada suatu hari diumumkan kepada para perasaan itu bahwa pulau akan tenggelam, maka semua harus dinaikkan ke dalam perahu dan pergi, kecuali Cinta. Cinta adalah satu-satunya yang tinggal. Cinta ingin tetap bertahan hingga pada kesempatan terakhir.

Ketika pulau itu sudah hampir tenggelam, Cinta memutuskan untuk meminta bantuan. Kesempurnaan sedang lewat di hadapan Cinta dengan Perahu yang bagus. Cinta berkata, "Kesempurnaan, bisakah kau membawaku bersamamu?" Kesempurnaan menjawab, "Tidak, terdapat benyak emas dan perak di dalam perahuku. Tidak ada lagi tempat untukmu."

Cinta memutuskan untuk meminta tolong kepada Kesombongan yang juga lewat depannya dengan menggunakan sebuah perahu yang indah. Cinta berkata, "Kesombongan, tolong bantulah aku! Aku tidak bisa membantumu, Cinta. Karena seluruh tubuhmu basah dan bisa jadi akan membuat perahuku rusak," jawab Kesombongan.

Kesedihan mendekat lalu Cinta memohon, "Kesedihan izinkan aku pergi bersamamu." Kesedihan berkata, "Oh... Cinta, aku turut bersedih tapi aku sedang membutuhkan diriku sendiri!" Kebahagiaan juga melintas di hadapan Cinta, akan tetapi dia sangat bahagia sehingga dia tidak mendengar panggilan Cinta.

Tiba-tiba ada sebuah suara, "Kemarilah Cinta, aku akan membawamu." Dia nampak lebih tua. Karena saking gembiranya, Cinta lupa bertanya kepada orang tua itu dari mana dia datang. Ketika mereka sampai di daratan, lelaki tua itu oergi dengan sendirinya. Menyadari betapa dia telah berhutang banyak kepada lelaki tua tersebut, cinta bertanya kepada Pengetahuan dan orang tua lain, "Siapakah yang telah menolongkui?" "Dia adalah Waktu," jawab Pengetahuan.

"Waktu?" Tanya Cinta, "Tapi kenapa Waktu mau menolongku?" Dengan penuh kebijaksanaan, Pengetahuan tersenyum lalu menjawab, "Karena hanya Waktu yang mampu memahami betapa berharganya Cinta."